BAGIAN HUKUM BERSAMA KEJAKSAAN NEGERI FLORES TIMUR MELAKSANAKAN FASILITASI DESA/KELURAHAN SADAR HUKUM DI DESA SAMASOGE DAN DESA BAMA DAN PENYULUHAN HUKUM

 
Fasilitasi DSH/KSH dan Penyuluhan Hukum di Desa Samasoge


Dalam rangka peningkatan pengetahuan dan kesadaran hukum masyarakat, maka Pemerintah Kabupaten Flores Timur melalui Bagian Hukum bersama Kejaksaan Negeri Flores Timur melaksanakan kegiatan fasilitasi/pendampingan Desa/Kelurahan Sadar Hukum (DSH/KSH) di Desa Samasoge Kecamatan Wotan Ulumado (Rabu, 2 Oktober 2024) dan Desa Bama Kecamatan Demon Pagong (Kamis, 3 Oktober 2024). Kegiatan ini dipadukan dengan penyuluhan hukum mengenai pengelolaan dana desa dan restorative justice oleh Kejaksaan Negeri Flores Timur. 

Peserta Kegiatan DSH/KSH dan Penyuluhan Hukum di Desa Samasoge

Pembentukan desa/kelurahan sadar hukum didasari oleh semangat untuk mewujudkan Negara Indonesia sebagai negara hukum dan menciptakan keamanan, ketertiban dan keteraturan di tengah masyarakat. Melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran hukum masyarakat yang dilakukan secara terus menerus pada akhirnya dapat membentuk budaya hukum yang baik.

Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pola penyuluhan hukum dan pedoman pembentukan dan pembinaan DSH/KSH, pembentukan DSH/KSH diawali dengan pembentukan Kadarkum/Kelompok Kadarkum baik di tingkat pusat maupun daerah dengan jumlah anggota paling sedikit 15 orang. Di tingkat daerah, penetapan Kadarkum/Kelompok Kadarkum dilakukan oleh kepala desa/lurah dan/atau camat. Selanjutnya Bupati menetapkan Kadarkum/Kelompok Kadarkum tersebut sebagai desa/kelurahan binaan dengan keputusan bupati. Desa/kelurahan binaan tersebut selanjutnya diusulkan kepada Kanwil Kemenkumham untuk dikukuhkan menjadi desa/kelurahan binaan menuju desa/kelurahan sadar hukum. Kanwil Kemenkumham lalu melakukan verifikasi usulan DSH/KSH berdasarkan 4 (empat) dimensi, yaitu  Dimensi Akses Informasi Hukum (bobot 40), Dimensi Akses Implementasi Hukum (bobot 20), Dimensi Akses Keadilan (bobot 20) serta Dimensi Akses Demokrasi dan Regulasi (bobot 20) berdasarkan pengisian kuesioner yang diisi. Jika berdasarkan pengisian kuesioner diperoleh hasil 45 dari 100, maka desa yang bersangkutan dapat diusulkan menjadi DSH/KSH. Hasil verifikasi kemudian disampaikan kepada BPHN untuk mendapatkan persetujuan. Jika disetujui, Kanwil Kemenkumham dan Biro Hukum Setda Provinsi akan menindaklanjutinya dengan Penetapan DSH/KSH dengan keputusan Gubernur. Berdasarkan penetapan ini, BPHN menindaklanjutinya kepada Menteri Hukum dan HAM untuk memberikan penghargaan Anubhawa Sasana Desa/Kelurahan Sadar Hukum.

Peserta dan Narasumber Kegiatan DSH/KSH dan Penyuluhan Hukum di Desa Bama

Penyuluhan hukum tentang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi-Sistem Pengelolaan Dana Desa yang disampaikan oleh Kasie Datun Kejaksaan Negeri Flores Timur dilandasi oleh adanya kasus-kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara di tingkat desa. Pokok penjelasan materi ini adalah mengenai kewenangan kejaksaan, tujuan penggunaan dana desa, tindak pidana korupsi terkait keuangan desa, potensi dan modus penyimpangan dana desa, serta strategi pemberantasan Tipikor terkait dana desa. Beliau menekankan agar penggunaan dana desa dapat direncanakan secara baik, digunakan secara tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Jika potensi kerugian di bawah Rp50 juta, diarahkan kepada pelaku untuk menggantikan kerugian yang ditimbulkan. Sesuai arahan Jaksa Agung RI sehubungan dengan pengelolaan dana desa, pemidanaan merupakan langkah terakhir yang ditempuh setelah upaya non litigasi dilakukan secara baik (ultimum remedium).

Fasilitasi DSH/KSH dan Penyuluhan Hukum di Desa Bama

Selain itu, Kasie Pidum Kejaksaan Negeri Flores Timur juga membawakan materi mengenai Restorative Justice. Disampaikan bahwa dalam 2 (dua) tahun belakangan ini, Kejaksaan Negeri Flores Timur telah menyelesaikan 23 (dua puluh tiga) kasus tindak pidana dengan pendekatan restorative justice. Pendekatan penyelesaian kasus ini berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Berdasarkan ketentuan Pasal 14 (1) Penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan memperhatikan kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan, respon dan keharmonisan masyarakat dan kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Masyarakat terlihat sangat antusias mengikuti kegiatan ini dan berharap agar kegiatan ini dapat dilaksanakan secara terus menerus pada tahun-tahun mendatang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RAPAT FINALISASI RANCANGAN PERATURAN BUPATI TENTANG REMUNERASI PADA BLUD RSUD dr. HENR

PELAKSANAAN FORUM PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN FLORES TIMUR TAHUN 2024